TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - A Prasetyantoko, ekonom, menuturkan, kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan BI rate untuk mencegah pelemahan rupiah, merupakan kebijakan instan.

Bahkan, menurutnya kebijakan ini seperti seorang murid yang diberi rapor bagus padahal malas.

“Kebijakan ini instan, enggak akan memerbaiki fundamental perekonomian. Kalau saya lihat, ini memang salah kita. Kebijakan ini mirip anak sekolah diberi rapor bagus, padahal enggak pernah masuk sekolah dan malas,” katanya di Jakarta, Senin (16/9/2013).

Prasetyantoko menilai, secara fundamental perekonomian, Indonesia masih sangat lemah, karena masih mengandalkan sektor komoditas. Sedangkan impor masih dihuni bahan baku dan barang modal.

“Akibatnya, ketika ketergantungan impor tinggi, maka defisit neraca berjalan melebar. Karena, ekspor juga menurun seiring ekspor komoditas yang menurun akibat penurunan ekonomi global,” tuturnya.

Semuanya, menurut Prasetyantoko, bermuara kepada niat Pemerintah Indonesia yang tidak memerbaiki ekspor berupa nilai lebih kepada Indonesia. Akibatnya, daya saing ekspor masih berkutat kepada bahan mentah semata.

“Saya lihat pemerintah tidak pernah mau menetapkan ekspor berdaya saing global, akibatnya ketergantungan terus melebar. Jika memang begini, maka harus ada perubahan fundamental dalam satu atau dua tahun ke depan,” imbaunya. (*)

Baca Juga:

Rizal Ramli Khawatir Dollar Tembus Rp 15.000

Pelemahan Rupiah Bagus untuk Dorong FDI

Petani Komoditi Ekspor Untung Besar



YOUR COMMENT