TEMPO.CO, Jakarta – Keputusan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 7,25 persen berhasil mendongkrak posisi rupiah.

Di transaksi pasar uang hari ini, rupiah menguat 126 poin (1,11 persen) ke level 11.175 per dolar Amerika Serikat (AS).

Ekonom PT BNI Securities, Heru Irvansyah, mengatakan kenaikan BI rate merupakan satu-satunya langkah yang tepat untuk meredakan gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. “Dengan kenaikan suku bunga, aliran dana asing akan kembali masuk ke pasar domestik sehingga menambah likuiditas dolar.”

Keputusan BI menaikkan suku bunga didasari oleh tingginya inflasi serta meningkatnya tekanan terhadap rupiah yang terus merosot akibat defisit perdagangan serta arus keluarnya modal asing di pasar berkembang.

Menurut Heru, BI ingin menunjukkan bahwa prioritas untuk membenahi pasar keuangan ialah dengan menguatkan nilai tukar. Bank sentral berharap akan lebih banyak lagi modal asing yang masuk seiring tingginya imbal hasil perbankan dan investasi di dalam negeri. “Dalam jangka panjang, BI tampaknya ingin menggiring rupiah ke level 10 ribu per dolar.”

Meski demikian, kebijakan kenaikan suku bunga mengandung risiko yang tidak kecil. Hal itu karena kenaikan suku bunga akan membebani sektor riil yang mengandalkan pinjaman perbankan. Jika tidak mampu diantisipasi, pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan kembali melemah.

Karena itu, menurut Heru, pemerintah perlu mengantisipasi pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang mengingat kebijakan moneter BI hanya berdampak jangka pendek. “Salah satunya ialah menurunkan laju inflasi dengan menjaga ketersediaan bahan pokok serta mengurangi impor BBM.”

PDAT | M. AZHAR



YOUR COMMENT